4-2-3-1 ALA IIF FIRMANA
Drago Mamic datang dengan membawa formasi 4-2-3-1. Ini pola yang sangat jarang, atau kalau boleh dibilang, tidak pernah digunakan Persib dalam kurun waktu 15-10 tahun terakhir. Sebagaimana mayoritas klub di Indonesia, 3-5-2 (dengan libero) menjadi formasi utama Persib.
Dalam 4 tahun terakhir sendiri mulai mengemuka wacana perihal usangnya pola 3-5-2, tidak terkecuali di Persib. 4 pelatih terakhir Persib, dari mulai Jaya Hartono, Daniel Darko, Jovo sampai Daniel Roekito, beberapa kali sudah mencoba menggunakan pola 4-4-2. Sayangnya, transisi itu tak pernah berlangsung mulus.
Eksperimen menggunakan 4-4-2 kembali dilakukan oleh Daniel Darko dan penggantinya Jovo. Karir keduanya yang pendek sebagai pelatih kepala membuat eksperimen itu tak berjalan maksimal. Di era Daniel Roekito, Persib lebih pragmatis lagi dengan berganti-ganti pola dengan pola dasar antara 4-4-2 atau 3-5-2.
Ketika Mamic datang dan mendeklarasikan kalau dirinya hendak memakai pola 4-2-3-1, lantas pertanyaan pun mengemuka: apakah tim yang belum cukup fasih memainkan pola empat bek sejajar (katakanlah 4-4-2) bisa dengan cepat belajar memainkan 4-2-3-1?
****
Formasi 4-2-3-1 sendiri mulai populer di negara-negara Eropa, dalam hal ini Spanyol, khusususnya pada medio 2000-an. Tidak begitu jelas siapa yang menggunakan pola ini pertama kali.
Adalah
Juan “Juanma” Manuel Lillo yang secara berani dan tegas menyampaikan bahwa timnya bermain dengan pola 4-2-3-1. Saat itu dia menangani tim dari Segunda Division, Leonesa, pada musim 1991-1992. Lilo berkata, “Sangat menguntungkan menggunakan pola yang bisa memainkan empat orang dengan karakter sebagai penyerang, lalu menjadi enam orang ketika para
double pivot ikut naik membantu serangan, dan bermain dengan enam orang berkarakter sebagai
defender ketika bertahan. Tim menjadi seperti bermain dengan 6+6. Semua mendapat keuntungan.”
Tetapi, tambah Lillo, formasi seperti itu membutuhkan pemain yang benar-benar memiliki mobilitas sangat tinggi. Karena, masih menurut Lilo, jarak antara satu pemain dengan pemain lainnya tidak boleh lebih dari dua puluh lima meter. Ini dimaksudkan agar tim bisa mendominasi permainan. Dengan jarak yang cenderung dekat, dan mempunyai lima pemain di lini tengah, dominasi permainan akan terjadi. Pun ketika tim mencoba memainkan bola vertikal lintas udara, seperti yang beberapa kali dilakukan oleh Zulkifli Syukur menuju Atep ketika melawan Semen Padang kemarin, dalam kemungkinan gagalnya sekalipun, tidak akan sulit untuk merebut kembali bola yang hilang, karena per 25 meter akan selalu ada pemain yang menekan untuk merebut bola, sehingga ruang yang dimiliki lawan pun akan menyempit.
Puncak keberhasilan Juanma Lillo dengan formasi 4-2-3-1 adalah ketika mengantarkan Salamanca promosi ke La Liga. Walaupun di awal-awal musim para pemain Salamanca tidak bisa mengerti keinginan Lillo, pada akhirnya mereka pun mengakui ketangguhan 4-2-3-1 ala Lillo. Di titik ini, Lillo pun mulai dikenal sebagai penemu pola 4-2-3-1.
Lillo’s way pun menyebar menjadi pola yang digemari di Spanyol. Deportivo La Coruna dengan 4-2-3-1 besutan Javier Irureta berhasil menembus dominasi Real Madrid dan Barcelona pada tahun 2000. Pemain kunci Irureta saat itu ada pada
Juan Valeron yang bermain persis di belakang Diego Tristan, yang bergantian mengisi pos
lone striker bersama Roy Makaay. Secara teknis, Valeron bukan pemain dengan kualitas yang
high class, tetapi dia sangat berguna dalam sistem dan fasih memainkan
trequartista dalam sistem 4-2-3-1.
Keberhasilan formasi 4-2-3-1 tidak berhenti di tahun itu. Setahun berselang, Rafael Benitez menohok dunia dengan membawa Valencia mengambil alih tahta dari Super Depor La Coruna.
Ruben Baraja menjadi duet yang sangat mematikan di pos holding midfielder bersama Albelda. Mereka berhasil membuat Pablo Aimar yang bermain tepat di depan mereka menjadi sangat nyaman. Bukan saja Aimar yang berhasil mereka lindungi, Roberto Ayala, yang bermain di belakang mereka pun menjadi ringan dalam bertugas. Inilah salah satu
double pivot terbaik dalam sejarah 4-2-3-1.
Valencia dan Rafael Benitez menemukan puncak kejayaan klub dalam formasi 4-2-3-1 ini. La Liga berhasil mereka pertahankan di tahun berikutnya, sekaligus memastikan mengawinkan dengan Piala UEFA.
4-2-3-1 Rafael Benitez pun menjajah Inggris. Setelah memastikan sukses di Valencia, Rafa pindah ke Liverpool. Tidak butuh waktu lama, Liverpool berhasil menyabet Piala Champions 2005 di Istanbul. Sempat kehilangan arah di babak pertama karena demam panggung dan tertinggal tiga gol, mereka akhirnya berhasil mengemban misi. Xabi Alonso berduet dengan Didi Hamman sebagai DM untuk memastikan Steven Gerrard, Luis Garcia da Vladimir Smicer bermain tanpa harus memikirkan pertahanan. Disinilah kunci awal Liverpool membalikan keadaan.
Tidak heran pada musim-musim berikutnya, Rafa lebih sering membeli pemain dengan karakter gelandang bertahan daripada pemain depan. Tercatat Mohammed Sissoko, Javier Mascherano sampai Lucas Leiva menjadi pemain yang Rafa datangkan. Di saat mereka masih mempunyai Didi Hamman dan Xabi Alonso di skuad, kenapa Rafa masih cenderung membeli DM? Jawabannya karena Rafa sadar, dalam pattern 4-2-3-1, dua DM adalah jantung.
****
Lalu, bagaimana sebenarnya cara kerja formasi 4-2-3-1? Formasi ini terdiri dari empat defender: bek kiri (left back/LB), 2 bek tengah (center back/CB), bek kanan (right back/RB), dua gelandang bertahan (devensive midfielder/DM), flank kiri (left attacking midfielder/LAM), gelandang tengah (central attacking midfielder/CAM), flank kanan (right attacking midfielder/RAM) dan seorang penyerang (central forward/CF). Lihat ilustrasi di bawah untuk memahami sebaran posisi pemain dalam 4-2-3-1.
Sebaran posisi pemain dalam 4-2-3-1.
Seperti yang sudah beberapa kali dibahas pada akun twitter @mengbal, pola 4-2-3-1 itu memastikan bahwa dua gelandang yang berposisi tepat di depan 4 backline dan berdiri di belakang 3 pemain menyerang ditambah satu lone striker adalah jantung permainan. Inilah faktor terbesar yang mempengaruhi alur pertandingan nantinya.
Ada beberapa komposisi yang bisa digunakan terkait penempatan dua DM dalam pola 4-2-3-1. Komposisi pertama, satu destroyer atau biasa kita kenal dengan gelandang pengangkut air berduet dengan satu pemain dengan tipikal passer. Contoh terbaru untuk duet pada kombinasi ini adalah Gustavo dan Schweinsteiger di Bayern Muenchen.
Komposisi kedua adalah destroyer – soft DM. Destroyer bermain untuk memotong semua alur bola ketika diserang dan melindungi empat bek di belakangnya. Soft DM berfungsi mengatur tempo dan menjadi orang pertama yang melakukan serangan ketika bola berhasil direbut sambil sesekali menunggu apabila ada full-back kiri dan kanan yang naik melakukan overlap. Contoh untuk duet jenis ini adalah Javier Mascherano dan Xabi Alonso.
Komposisi ketiga adalah perpaduan antara keduanya. Ini adalah paketan yang paling sulit ditemui. Kedua holding midfielder yang punya kemampuan dalam ‘berkelahi’, passing, dan mengatur tempo secara bersamaan dan berganti-gantian. Dua pemain dengan kemampuan lengkap, yang bisa main bersamaan tetapi saling bergantian tugas. Perlu waktu yang lama untuk membuat chemistry dalam duet DM jenis ini, contoh untuk duet ini adalah Ruben Baraja dan Albelda. Walaupun Albelda lebih sering melakukan pekerjaan “kotor”, bukan berarti Baraja cenderung stylish, keduanya hampir bertipe sama (lihat ilustrasi di bawah ini untuk melihat area pergerakan 5 gelandang saat melakukan serangan)
Area pergerakan 5 gelandang saat melakukan serangan
Pola 4-2-3-1 juga memungkinkan serangan dari sisi lapangan menjadi lebih menakutkan. Hampir sama dengan pola penyerangan pada formasi 4-4-2, dua full-back kiri dan kanan mempunyai wilayah yang sangat luas. Dari ujung tiang corner pertahanan sendiri sampai ujung tiang corner lawan menjadi wilayah mereka. Prinsip kerjanya sangat simpel. Full-back naik membantu serangan ketika flank di depan mereka sudah tidak mulai menemukan ruang untuk berlari lebih jauh menyisir sayap dan mulai mencoba membawa bola ke tengah. Full-back kiri dan kanan adalah bayangan dari flank yang ada di depan mereka. Artinya, mereka akan selalu ikut andil dalam berbagai serangan yang melibatkan sisi sayap. Diperlukan ketahanan fisik dan passing yang mumpuni dalam hal ini. Dengan asumsi setiap sisi wilayah diisi oleh dua pemain (full-back dan flank), otomatis akan ada empat pemain yang menyerang dari kedua sisi, wilayah yang sangat potensial untuk membuat peluang dan mengekploitasi serangan. (llihat ilustrasi di bawah untuk melihat area bergerak full-back dan central back)
Area bergerak full-back dan central back
Dua bek tengah dalam formasi 4-2-3-1 sejatinya merupakan pemain bertubuh tinggi besar yang mempunyai kemampuan duel satu lawan satu yang cakap. Hal ini diperlukan karena area mereka cederung luas. Dua bek di kiri dan di kanan akan cenderung naik membantu serangan, maka hanya akan tersisa dua orang di area pertahanan ketika tim sedang menyerang. Kemampuan duel satu lawan satu dimaksudkan untuk meng-intersep serangan balik dari lawan. Mutlak harus ada leader di antara dua orang yang bertugas mengawal pertahanan agar mereka tahu siapa yang harus mengambil siapa dan pergerakan apa yang akan mereka ambil. Tugas kedua bek tengah akan terasa lebih ringan apabila kedua DM mampu melindungi bola dengan baik.
Formasi 4-2-3-1 sangat memanjakan tiga orang di depan double pivot. Buat pemain-pemain yang mempunyai kecenderungan “malas” untuk turun membantu penyerangan, pola ini lumayan menguntungkan mereka. Tugas mereka hanya mengkreasi serangan, dan turun di area minimal ketika kehilangan bola. Ketika lawan sudah mulai memasuki area setengah lapangan sendiri, tugas sudah berpindah menjadi tugasnya DM dan para empat bek di belakang. Pola yang cukup “nyaman” buat selebritis sepakbola semacam Atep.
Trequarista dan lone striker dalam formasi ini adalah puncak dari segala alur serangan.
Trequarista dan
lone striker dalam formasi ini adalah puncak dari segala alur serangan. Beberapa pelatih menempatkan
big man sebagai ujung tombak di posisi
lone striker untuk varasi serangan bola-bola udara.
Big man sangat berguna sebagai penyelesai serangan dari berbagai arah termasuk serangan
crossing dari sayap dan tembok untuk menjadi sasaran bola pantul yang pantulannya bisa diselesaikan menjadi
shooting oleh lini ke dua, dalam hal ini
second striker atau
trequartista.
****
Akan tetapi, formasi ini bukan tanpa kelemahan. Seringkali tim bermain menjadi hanya 2 kelompok. Kelompok menyerang yang terdiri dari tiga gelandang dan satu penyerang, dan enam pemain di belakang mereka. Enam pemain di belakang ini sering merasa tugas mereka sudah selesai ketika mampu mengamankan pertahanan. Ada link yang putus di antara pemain bertahan dan tiga gelandang serang di depan. Inilah mengapa Juanma mengatakan, tim yang bermain di formasi ini, harus benar-benar mempunyai pemain yang memiliki mobilitas dan pengetahuan atau intelejensia tentang taktik di atas rata-rata.
Sayangnya, problem itu pula yang melanda Persib di laga perdana melawan Semen Padang beberapa waktu lalu. Dalam banyak momen,
seperti ditunjukkan dalam artikel mengbal.com sebelumnya, Persib terlihat belum mulus melakukan transisi dari bertahan ke menyerang atau sebaliknya. Dua DM seringkali terlihat terlambat menopang 3 AM dan striker dan membuat Persib terlihat bermain dengan dua tim yang terpisah: tim untuk menyerang dan tim untuk bertahan.
Lagi pula, seperti sudah diuraikan di atas, formasi 4-2-3-1 sesungguhnya adalah pengembangan dari 4-4-2. Salah satu yang mendasar dari pola 4-4-2, seperti kita lihat pada tim-tim besar di luar negeri, adalah kemampuan dua full-back untuk terus menerus menopang kedua flank di tepi lapangan. Ini membutuhkan stamina yang sangat prima. Tanpa materi full-back yang bisa memenuhi syarat itu, bukan sekadar faktor DM, formasi 4-2-3-1 bisa kurang berjalan dengan baik. Ini juga terlihat dalam laga melawan Semen Padang kemarin. Kurang agresifnya dua full-back Persib membuat serbuan dari sayap menjadi kurang menggigit.